Tuesday, June 29, 2010

Lawan CAFTA dengan Bisnis Beretika

Harian Suara Merdeka tanggal 29 Juni 2010

CAFTA efektif tanggal 1 Januari 2010.Barang-barang impor,terlebih dari RRC segera membanjir di Indonesia.Sempat timbul kepanikan dan usul merenegosiasi(yang akhirnya ditolak RRC).
Kalau kilas balik serbuan barang import sebenarnya sudah berlangsung jauh sebelumnya.Sektor usaha makanan sempat diserbu fastfood dengan pola franchise.Ada Kentucky Fried Chicken,McDonald,Pizza Hut,Dunkin Donat,Hot Dog,dan lainnya.Jamu,obat herbal diserbu suplemen impor dengan pola multi level marketing.
Buah dibanjiri impor.Kelengkeng Bangkok dengan mudah dijumpai di Pringsurat saat pohon kelengkeng tidak berbuah.Permen jahe,permen tape,diserbu permen impor.Industri sandang juga sama.Baju bekas Malaysia hingga yang baru,mudah dijumpai,dan sebagainya.Pola massal didukung modal besar seolah akan melibas apa saja yang diproduksi domestic.Tapi tampaknya tak akan semudah itu.
Salah satu hal yang disyukuri Indonesia pascareformasi adalah tumbuhnya media yang semakin mencerdaskan warga.
Serbuan fast food dijawab dengan lahirnya acara kuliner.Dengan Bondan Winarno sebagai host,mengangkat kembali aneka kuliner asli Indonesia,selera Nusantara.
Serbuan buah impor ditanggapi dengan semakin banyak dikenalkan ke masyarakat bibit buah unggul khas Indonesia baik melalui TV maupun media cetak.Media banyak mengangkat industri rumah tangga yang sarat kearifan local,budaya,semakin menyadarkan masyarakat betapa Indonesia sebenarnya punya banyak produk unggulan.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia juga semakin kritis terus mengedukasi masyarakat untuk tidak mudah tergiur produk impor berharga(sangat) murah,karena ternyata banyak yang beracun.Bukan sekedar makanan yang mengandung formalin.Tanpa kecuali produk pakaian yang diinformasikan mengandung formaldehid di atas ambang batas yang sehat.
Dampaknya adalah,Ayam Goreng Suharti,Mbok Berek tetap berjaya.Bahkan muncul ke permukaan Ayam Goreng Taliwang,Ayam Goreng Lombok Ijo,dan lainnya.
Durian local dengan rasa yang jauh lebih lezat semakin dinikmati masyarakat luas dengan harga terjangkau.Industri kreatif,batik,terus unjuk jati diri dengan aneka karya kreatifnya.Produk-produk limited yang dipasarkan semakin diminati.Pola-pola factory outlet,distribution outlet,dengan pelanggan yang terus tumbuh pesat seolah menjadi jawaban atas serbuan produk sandang import yang dipasarkan di setiap sudut area perbelanjaan modern maupun tradisional.
Wajik Ny Week,lumpia Mbak Lien,tetap laris manis sekalipun hotdog dipasarkan secara franchise.Pedagang soto,bakso,semakin kreatif memasarkan,bahkan ikut menerapkan pola franchise untuk menguasai pasar.
Fakta ini menunjukkan bahwa potensi local sebenarnya sangat besar.Mereka tetap survive dan terus eksis bahkan berkembang karena disamping edukasi media,YLKI,yang mencerdaskan masyarakat,juga karena mereka menjaga etika dalam berbisnis.
Mereka menjaga kualitas usahanya dengan konsisten menerapkan filosofi bisnis.Mereka tetap mempertahankan filosofi bisnis “tuna satak bathi sanak”.Bahasa Banyumas yang artinya ,tak apa rugi uang asal untung secara relasi,cengli-liangsim(filosofi bisnis Tionghoa:Adil dan sesuai nurani),fair and win-win.
Tak mau sekedar untung sebesar-besarnya dengan menjual ayam tiren,tak mau menjual daging sapi gelonggongan,makanan berpewarna tekstil,atau memperdagangkan pakaian beracun(yang ironisnya eks impor).Karena semua itu mengabaikan etika dan menjadikan untung sebesar-besarnya sebagai segalanya.Kalau mengabaikan etika,akhirnya hukum besi pasar akan melibasnya tanpa ampun.
Dengan produk asli yang sebenarnya banyak yang unggul,plus beretika bisnis,dijamin pasar domestic tetap dikuasai,karena etika bisnis sendiri sudah merupakan antibody yang ampuh untuk melawan serbuan produk impor.

Purnomo Iman Santoso-EI
Villa Aster II Blok G No.10,Srondol
Semarang 50268